Revitalisasi Pasar Atas: Jalan Menghidupkan Kembali Ekonomi Rakyat Bukittinggi
Di kawasan Pasar Atas Bukittinggi — yang juga dikenal dengan nama lokal “Pasa Ateh” — di Kota Bukittinggi tampak fenomena cukup mengkhawatirkan: puluhan hingga ratusan toko/kios kosong atau tidak beroperasi akhir-akhir ini. Berdasarkan berita terkini, terdapat sekitar 400 toko yang dilaporkan tutup di pasar ini.
Fenomena ini bukan sekadar masalah jumlah kios yang kosong, melainkan mencerminkan gejala-akan penurunan daya tarik pasar tradisional, perubahan perilaku pembeli, hingga potensi masalah pengelolaan dan perencanaan. Berikut adalah beberapa poin yang saya angkat sebagai opini.
Penyebab
- Persaingan dari luar dan perubahan perilaku pembeli
- Salah satu pedagang pakaian bekas (butik seken) di Pasar Atas mengaku omzetnya turun hingga sekitar 40 %.
- Pembeli kini memiliki lebih banyak pilihan — baik melalui media online, pedagang yang menjual secara daring, maupun pusat perbelanjaan atau pasar grosir lain seperti Pasar Aur Kuning di Bukittinggi yang disebut lebih ramai.
- Dengan demikian, kios fisik yang kurang strategis atau kurang menarik bisa kehilangan pembeli ke opsi lain.
- Fasilitas dan kondisi pasar yang menurun
- Beberapa pedagang mengeluhkan kondisi pasar: fasilitas kurang terawat, kebersihan dan kenyamanan menurun.
- Bangunan pasar yang pernah mengalami kebakaran dan kemudian rekonstruksi menunjukkan bahwa ada tantangan dalam pemeliharaan fisik dan pengelolaan gedung.
- Jika kondisi kios/kawasan dalam pasar kurang menarik pengunjung — misalnya penerangan, sirkulasi, kenyamanan — maka calon pedagang atau pengunjung bisa enggan masuk.
- Kelemahan pengelolaan dan regulasi
- Dari laporan ditemukan bahwa pengelolaan di beberapa bagian pasar terindikasi ada pungutan liar yang memberatkan pedagang.
- Pemerintah kota menyatakan bahwa toko-kios yang tidak berminat beroperasi akan ditindak, bahkan kunci akan dicabut untuk dialihkan ke yang berminat.
- Hal ini menunjukkan bahwa ada potensi skul-administrasi yang kurang optimal dalam pemanfaatan aset pasar sebagai sumber pendapatan daerah dan tempat usaha.
- Lokasi dan daya tarik wisata yang belum maksimal
- Pasar Atas sebenarnya berada di lokasi strategis, dekat dengan ikon wisata Jam Gadang — namun jika pasar tidak dikelola sebagai bagian dari ekosistem wisata yang menarik, maka pengunjung wisatawan bisa memilih lokasi lain.
- Jika pasar lebih dilihat sebagai sekadar kios toko biasa, tanpa nilai tambah unik atau event yang menarik, maka keberadaannya akan ‘terlempar’ ke belakang dibanding pasar-modern atau online.
Dampak
- Kosongnya kios bukan hanya berdampak pada pedagang individu, tetapi juga berdampak pada pendapatan daerah lewat retribusi pasar dan jasa usaha; misalnya pemerintah kota menegaskan “dari sisi keuangan, ini retribusi jasa usaha dan pemerintah tidak boleh rugi terus”.
- Kehilangan kehidupan ekonomi di pusat pasar bisa membuat kawasan menjadi kurang hidup, menurunkan keamanan, kebersihan, dan citra kota sebagai pusat perdagangan dan wisata.
- Pedagang baru atau usaha mikro kecil bisa kehilangan kesempatan untuk masuk jika ruang kios tidak cepat diberdayakan kembali.
Opini Kesimpulan
Saya berpendapat bahwa fenomena banyak kios kosong di Pasar Atas Bukittinggi merupakan sinyal bahwa “pasar tradisional” di kota ini harus bertransformasi — bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara manajemen, layanan, dan integrasi dengan pariwisata dan ekonomi digital. Jika tidak, pasar yang dulu ramai bisa perlahan menjadi bangunan yang “mati” dan menjadi beban biaya operasional.
Solusi
Untuk mengembalikan vitalitas Pasar Atas sebagai pusat kegiatan ekonomi dan peluang usaha, berikut beberapa solusi yang bisa diusulkan — baik dari sisi pengelola pasar, pemerintah kota, maupun pedagang/pelaku usaha.
1. Revitalisasi fisik dan kenyamanan pasar
- Upgrade fasilitas umum: penerangan yang cukup, ventilasi baik, kebersihan terjaga, jalur pejalan kaki di dalam pasar rapi dan aman.
- Tingkatkan ruang aksesibilitas dan parkir — misalnya parkir yang mudah, area masuk yang menarik bagi pengunjung baik lokal maupun wisatawan.
- Pastikan ada pengawasan keamanan dan kebakaran yang memadai: mengingat riwayat kebakaran di Pasar Atas.
- Beri sentuhan estetika dan identitas lokal — misalnya dekorasi khas Minangkabau, signage modern tetapi tetap tradisional, agar pasar menjadi daya tarik bukan sekadar ruang kios.
2. Pengelolaan yang transparan dan regulasi yang memberi peluang
- Pemerintah kota melalui dinas terkait harus memastikan regulasi kios — pemakaian, retribusi, pergantian pedagang — dilakukan secara transparan dan adil.
- Berantas pungutan liar yang memberatkan pedagang; sistem retribusi harus jelas dan terukur. (Contoh kasus: laporan pedagang sanjai di pasar atas mengeluhkan pungutan liar)
- Aktifkan kembali kios yang kosong: jika pedagang lama sudah tidak berminat maka segera lakukan lelang atau alih guna kepada pedagang baru yang inovatif. Pemerintah kota sudah menyebut akan surati dan alihkan kios tutup.
- Berikan insentif bagi pedagang baru atau usaha kreatif untuk masuk kios — misalnya masa gratis sewa selama periode promosi, subsidi kecil, kolaborasi dengan pelaku usaha digital.
3. Integrasi dengan pariwisata dan ekonomi modern
- Pasar Atas punya lokasi strategis dekat dengan Jam Gadang dan merupakan destinasi wisata belanja oleh-oleh. Oleh karena itu:
- Buat “zona wisata belanja” dalam pasar: contoh kios oleh-oleh khas Minangkabau, kerajinan tangan, kuliner lokal, yang menarik wisatawan.
- Buat event reguler di pasar: bazar malam, musik lokal, demo kuliner, pelatihan untuk pedagang tentang penataan toko, etalase dan layanan pelanggan.
- Dorong pedagang untuk memanfaatkan teknologi: jualan online, pemasaran digital, kolaborasi dengan aplikasi wisata, agar mereka tak hanya mengandalkan pengunjung lokal tetapi dari luar kota juga.
- Buat upaya promosi bersama: pemerintah kota, asosiasi pedagang dan komunitas kreatif bisa melakukan kampanye “belanja di Pasar Atas” dengan tema unik yang mengangkat keunggulan lokal.
4. Diversifikasi fungsi ruang pasar
- Tidak semua ruang kios harus hanya untuk toko besar — ada ruang yang bisa dialihfungsikan menjadi coworking-space, pop-up store, galeri seni atau workshop kerajinan yang menunjukkan proses produksi secara langsung. Ini memberi pengalaman bagi pengunjung.
- Buat “pasar malam” atau “pasar kreatif” di area lantai atas atau area terbuka untuk menarik anak muda, wisatawan dan komunitas ke pasar, sehingga aliran pengunjung tidak hanya pagi-siang tetapi lebih panjang waktu kunjungannya.
- Kolaborasi dengan UMKM lokal: pedagang di Pasar Atas bisa diberi pelatihan dan akses modal melalui program seperti yang dilakukan oleh Lazismu Bukittinggi untuk UMKM agar mereka bisa meningkatkan daya saing dan mendigitalisasi usahanya. (Catatan: Lazismu Bukittinggi melakukan pemberdayaan UMKM 27 September 2024) — ini bisa menjadi model kerjasama.
5. Monitoring dan evaluasi berkala
- Buat sistem data-digital kios: mana yang beroperasi, mana yang kosong, berapa banyak pengunjung, apa jenis barang yang paling laku. Dengan data ini pengelola dapat mengambil keputusan cepat.
- Lakukan survei kepuasan pedagang dan pengunjung secara rutin untuk mengidentifikasi hambatan.
- Pemerintah dan pengelola pasar harus menyiapkan «plan B» ketika suatu blok kios sepi: misalnya mengubah fungsi menjadi space event atau kios komunitas agar tidak dibiarkan kosong lama.
Penutup
Kondisi banyak kios kosong di Pasar Atas Bukittinggi dapat dilihat sebagai tantangan besar — tetapi juga sebagai peluang untuk bertransformasi menjadi pasar yang lebih modern, menarik, dan berkelanjutan. Jika dikelola dengan baik, Pasar Atas tidak hanya menjadi pusat perdagangan lokal, tetapi juga magnet wisata dan pusat ekonomi kreatif. Sebaliknya, jika dibiarkan seperti sekarang tanpa langkah nyata, maka ia bisa “tertinggal” dan menjadi beban bagi pemkot dan pedagang

0 Komentar